Jumat, 05 Juni 2015

Cara dan Hukum Menagih Hutang

Pertanyaan: Assalamualaikum wr wb. Ustaz yang saya hormati. Dulu, saya memiliki teman yang sangat membutuhkan uang karena belum bekerja, sehingga saya bersedia meminjamkan uang saya kepadanya. Ia pun berjanji akan membayar utangnya tersebut. Pada suatu hari, saya mendapat informasi kalau ia sudah memiliki pekerjaan yang cukup layak dan memiliki uang. Karena tempat tinggal kami berbeda kota, maka saya mencoba untuk menanyakan kabarnya sekaligus mengingatkan akan utangnya melalui handphone. Dan menyarankan untuk membayar utangnya melalui transfer bank, karena saat itu saya sangat membutuhkan uang tersebut. Namun, ia enggan untuk membayar utangnya tersebut. Yang ingin saya tanyakan: Bagaimana tata cara menagih hutang dalam Islam? Saya sudah mengingatkan teman saya tersebut hingga tiga kali, namun ia tetap tidak mau membayarnya. Apakah cara saya salah? Bolehkah saya menagih hutang tersebut lagi dilain waktu? Bagaimana hukumnya menunda hutang tersebut? Demikian pertanyaan saya, atas perhatian dan jawaban Ustadz Navis, saya ucapkan terima kasih. Ismail Hasan Aceh Jaya.

Jawaban:
Saudara Ismail, yth.
Waalaikumussalam wr wb.
Hutang adalah kewajiban sesama manusia yang harus dibayarkan. Allah swt tidak akan mengampuni dosa seseorang yang masih punya tanggungan utang atau hak adami. Bahkan, ruhnya masih tergantung antara langit ketika meninggal dunia kalau utangnya belum dibayar atau belum diikhlaskan oleh yang memberikan utang, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Ruh seorang mukmin yang meninggal dunia akan terus menggantung selama hutangnnya belum dilunasi” (HR. Turmudzi) Baiklah, pengasuh jawab pertanyaan Anda secara ringkas: Pertama, cara menagih utang dalam tuntunan Islam, di antaranya sebagai berikut: “Jika yang punya hutang mempunyai iktikad baik, maka hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf. Boleh menyuruh orang lain untuk menagih utang, tetapi terlebih dulu diberi nasihat agar bersikap baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan ditagih” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim). “Allah swt akan memberikan kasih sayangNya kepada orang yang bermurah hati ketika menagih utang” (HR. Bukhari). Bahkan, sangat baik kalau kemudian mengikhlaskanya dan menyedekahkannya. Karena menyedekahkan utang terhadap orang yang menemui kesulitan atau kesukaran mengembalikannya, itu lebih baik. “Dan, menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 280). Tetapi juga boleh menagih dengan agak “keras” sebagaimana hadis dari Abu Hurairah ra, berkata: “Seseorang menagih utang kepada Rasulullah saw, sampai dia mengucapkan kata-kata pedas. Maka para sahabat hendak memukulnya, maka Nabi saw berkata, ‘Biarkan dia. Sesungguhnya si empunya hak, berhak berucap. Belikan untuknya unta, kemudian serahkan kepadanya’. Mereka (para sahabat) berkata ‘kami tidak mendapatkan, kecuali yang lebih bagus dan untanya’. Nabi saw bersabda ‘Belikan untuknya, kemudian berikan kepadanya’. Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang paling balk dalam pelunasan utang” (HR. Bukhari). Kedua, Anda tidak salah. Karena kewajiban orang yang punya piutang mengingatkanya dan menagihnya. Dan tetap boleh menagih lagi di lain waktu. Bahkan, kalau memang ada unsur kesengajaan dia tidak mau bayar sedangkan dia sudah punya untuk membayarnya, maka anda boleh menyita harta miliknya. Hal ini sesuai hadis dari Abu Hurairah ra berkata, telah bersabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang yang telah bangkrut, maka dia lebih berhak dengan harta tersebut dari yang lainnya” (HR. Ibnu Majah). Ketiga, menunda utang bagi orang mampu itu haram dan kezaliman. Hal ini berdasarkan dalil berikut: Rasulullah saw bersabda “Menunda-nunda hutang padahal mampu adalah kezaliman” (HR. Thabrani dan Abu Dawud). “Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari” (HR. Baihaqi).

Mestinya, kawan saudara juga harus menyadari bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham” (HR. Ibnu Majah). Itulah keadaan orang yang mati dalam keadaan masih membawa utang dan belum juga dilunasi, maka untuk membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya. Itulah yang terjadi ketika hari kiamat, karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham untuk melunasi utang tersebut. Urusan orang berutang masih menggantung. Dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda: “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya” (HR. Tirmidzi). Al `Iroqiy mengomentari hadis ini, mengatakan: “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya, yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa utangnya tersebut lunas atau tidak” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142). Ia juga mestinya harus ingat bahwa orang yang berniat tidak mau melunasi utang akan dihukum sebagai pencuri. Rasulullah bersabda: “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah). Mengomentari ini, Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka” (Faidul Qadir, 3/181). Ibnu Majah juga meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya” (HR. Bukhari dan Ibnu Majah). Di antara maksud hadis tersebut adalah barangsiapa yang mengambil harta manusia melalui jalan utang, lalu dia berniat tidak ingin mengembalikan utang tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya. Ya Allah, lindungilah kami dari banyak berutang dan enggan untuk melunasinya. Saudara! Piutang Anda yang ada di teman Anda, boleh Anda tagih sampai dia membayar kalau dia memang mampu dan Anda membutuhkan. Tetapi kalau Anda mengikhlaskan dan menyedekahkannya, tentu itu lebih balk. Semoga kita selamat dan tak terlilit utang. Wallahu a’lamu bish-shawaab.